Negara Setengah Matang
Ibarat Indomie, Indonesia saat ini seperti mi instant yang dimasak setengah matang. Disimpan lagi sudah nggak bisa, dimakan juga nggak enak. Ibarat telur goreng, Indomie juga tetap setengah matang. Hanya sebagian orang yang suka telur setengah matang, sementara yang lainnya nggak suka.
Dalam kehidupan sehari-hari pun, kita masih setengah matang. Nanggung, nggak jelas, tapi sebagian orang suka.
Sewaktu awal-awal COVID-19 datang di tanah air, Indonesia terlihat setengah matang. Rakyatnya sibuk panik dan memutuskan untuk di rumah saja selama 2 minggu, sementara pemerintahnya menganggap enteng wabah dan justru mengundang wisatawan mancanegara untuk datang (yang akhirnya, gagal juga).
Sekarang begitu angka resmi COVID-19 sudah di urutan 23 besar dunia dan negara yang jumlah tes per satu juta penduduknya masih kalah dari Uganda, Kenya, Fiji, dan Suriname, justru posisinya terbalik. Rakyatnya sudah menganggap enteng virus, pemerintahnya panik dan kebingungan. Saking bingungnya, sampai memutuskan untuk mengimpor pekerja asing untuk bekerja, di saat justru banyak rakyatnya yang harus diberhentikan oleh kantor.
Di tengah nanggung dan nggak jelasnya kondisi seperti, ada saja yang masih suka negara setengah matang ini.
Ada pejabat dan institusi yang memanfaatkan momentum agar bisa dapat panggung: Klaim temukan obat, yang kredibilitasnya sangat bisa dipertanyakan. Mungkin mereka lupa bahwa obat-obatan seperti ini bukan proyek setengah matang, yang bisa dirancang, dikerjakan, dan diklaim sesuka mereka.
Ada juga tokoh publik yang minim pendidikan dan juga pekerjaan, sehingga memutuskan untuk membuat kontroversinya sendiri dengan menyebar ilmu mereka yang sayangnya lagi-lagi setengah matang.
Ada korporat-korporat yang moralnya juga setengah matang, memaksa pekerjanya untuk tetap bekerja penuh waktu meskipun harus disertai pemotongan gaji dengan dalih masa pandemi. Seringkali, yang begini ini juga tidak mengindahkan hak-hak serta keselamatan kerja pekerjanya.
Tak lupa juga institusi yang seharusnya getol memberikan pendidikan dan keselamatan tenaga medis, justru ingin memenjarakan orang dengan pasal karet setengah matang, sampai lupa bahwa banyak tenaga medisnya yang berguguran dan tidak terjamin keselamatannya.
Padahal orang mungkin lupa, kalau yang setengah matang justru bisa bikin sakit perut dan sering ke belakang.